Seri Webinar Kepemimpinan Pendidikan oleh INSPIRASI Foundation kembali dilaksanakan dengan tema “Model Kepemimpinan Pendidikan HEBAT untuk Bangsa yang Lebih Kuat“ melalui aplikasi Zoom pada Kamis (20/5). Webinar ini diisi oleh pemaparan Hikmat Zakky Almubaroq mengenai artikel ilmiahnya “The Role of Educational Leadership to Support National Resilience: An Overview of Era 4.0”. Albertus Fiharsono selaku pendiri Albertus Fiharsono Foundation dan Sri Mulyono dari Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Kepala Sekolah dan Pengawas Sekolah (LPPKSPS) turut hadir sebagai penanggap.

Melalui artikel ilmiahnya ini, Zakky membahas mengenai gaya kepemimpinan pendidikan yang dapat mendukung ketahanan nasional di era Revolusi Industri 4.0. Dengan bonus demografi di 2030, Indonesia menjadi incaran dunia sehingga penting untuk mendorong peran pendidikan sebagai penopang ketahanan nasional. Hal tersebut juga berdampak pada semakin krusialnya pemilihan gaya kepemimpinan yang diterapkan oleh pemimpin pendidikan.

Di tengah Revolusi Industri 4.0 dan pandemi COVID-19, Indonesia dihadapkan pada berbagai tantangan. Tidak hanya dampak pandemi, kemajuan teknologi pun menjadi salah satu tantangan yang harus siap dihadapi oleh Indonesia. Selain itu, bonus demografi yang dianggap sebagai kesempatan Indonesia dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi malah menjadi ancaman, melihat situasi dan kondisi pendidikan saat pandemi. Akibatnya, ketahanan nasional saat ini dan beberapa waktu ke depan menjadi sensitif.

Zakky mendefinisikan ketahanan nasional sebagai kemampuan negara untuk kembali pada keadaan semula setelah menerima perlakuan tertentu. Untuk meningkatkan ketahanan nasional, kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) menjadi komponen penting. Dengan kualitas SDM yang bermutu, ketahanan nasional tentu akan terjamin.

Berbicara mengenai SDM, Zakky menyoroti keadaan generasi muda Indonesia saat ini berdasarkan data dari Kantor Staf Presiden (KSP). Data tersebut menunjukkan bahwa 4 dari 10 anak Indonesia aktif di media sosial dengan rata-rata waktu akses internet 8 hingga 11 jam sehari. Selain itu, 60% tidak memiliki tabungan tapi memiliki ponsel.

Menurut data tersebut, generasi muda Indonesia hanya tahan tujuh menit tanpa bermain ponsel. Tidak hanya itu, minat membaca Indonesia menempati peringkat ke-60 dari 61 negara. Belum lagi melihat kondisi generasi muda yang makin rentan dengan hoaks dan ujaran kebencian melalui internet. Hal tersebut sangat disayangkan oleh Zakky.

Berangkat dari permasalahan-permasalahan tersebut, Zakky membandingkan sistem pendidikan Indonesia dengan Finlandia. Menurut Zakky, sistem pendidikan di Finlandia dapat menjadi acuan untuk memperbaiki sistem pendidikan di Indonesia, apalagi dalam peningkatan minat membaca dan pembuatan karya tulis. Di Finlandia, siswa telah terbiasa melakukan riset sejak mereka duduk di bangku sekolah menengah pertama. Sangat berbeda dengan siswa Indonesia yang baru melakukan riset di jenjang universitas.

Zakky juga menekankan bahwa tidak hanya sisi akademik yang perlu menjadi perhatian, tetapi juga dalam sisi akhlak. Zakky berpendapat, krisis akhlak memiliki potensi ancaman lebih besar bagi negara. Kecerdasan tanpa akhlak tidak akan menghasilkan apa-apa. Oleh karena itu, Zakky mendorong para pemimpin pendidikan untuk mempersiapkan gaya kepemimpinan yang dapat menjawab semua tantangan.

Dalam hal ini, Zakky mengusulkan sebuah gaya kepemimpinan pendidikan bernama HEBAT. Gaya kepemimpinan ini mengutamakan hasil dari perpaduan pembelajaran tradisional dan juga cinta akan profesi serta kemajuan nasional. HEBAT merupakan singkatan dari Hearty, Educated, Brave, An author, dan Tolerant. Dengan gaya kepemimpinan HEBAT, para pemimpin pendidikan diharapkan mampu menghadirkan pendidikan yang dapat meningkatkan keimanan dan ketakwaan sesuai dengan amanat UUD 1945 Pasal 31 Ayat 3.

Hearty berarti pemimpin haruslah memimpin dengan sepenuh hati. Educated berarti mau belajar dan terus meningkatkan kemampuan diri terkait isu-isu pendidikan di ranah regional, nasional, sampai global. Brave diartikan berani dalam mengambil keputusan dan menyuarakan pendapat. An author berarti seorang pemimpin harus mampu memformulasikan ide dan pikirannya ke dalam tulisan sehingga mampu mengedukasi lebih banyak orang dan jangkauan lebih luas. Tolerant berarti memiliki rasa toleransi yang tinggi sehingga menjauhkan dari beragam diskriminasi atau SARA.  

Menanggapi hal tersebut, Mulyono menyetujui bahwa gaya kepemimpinan HEBAT merupakan gaya kepemimpinan pendidikan yang mendekati ideal. Pasalnya, poin-poin HEBAT juga sudah mulai diimplementasikan dalam pelatihan dan perekrutan kepala sekolah serta pengawas sekolah oleh LPPKSPS. Meskipun begitu, masih banyak celah dalam penelitian ini yang dapat diteliti dan dikembangkan lebih lanjut.

Albertus pun melontarkan hal senada. Ia mengomentari bahwa belum ada potret konkrit pelaksanaan HEBAT di sekolah-sekolah. Padahal, penerapan gaya kepemimpinan dan sistem pembelajaran secara langsung akan lebih efektif dibandingkan dengan menerapkannya hanya dalam pelatihan dan proses perekrutan. Selain itu, Albertus khawatir bahwa HEBAT dapat mereduksi nilai kepemimpinan tradisional yang sudah ada sedari dulu.

Meskipun begitu, ia tetap memuji gagasan gaya kepemimpinan HEBAT. Albertus beranggapan, gaya kepemimpinan ini memiliki peluang yang sangat baik dalam menjawab tantangan ketahanan nasional saat ini.

Penulis: Tania Yasmine

Editor: Masdar Fahmi