Pandemi Covid-19 mengakibatkan banyak sektor mengalami guncangan, termasuk bidang pendidikan. Salah satunya adalah kemampuan operasional sekolah swasta yang mulai seakan kewalahan, terutama dalam menggaji para guru. Hasil survei INSPIRASI Foundation bersama dengan Global School Leaders menunjukkan bahwa wabah corona telah memicu kekhawatiran para kepala sekolah swasta dalam menangani isu keuangan (62%), termasuk didalamnya terkait gaji guru.

Berbeda dengan sekolah negeri, para kepala sekolah justru mengaku kesulitan mengelola dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah). Meskipun Kemendikbud telah melakukan penyesuaian penggunaannya lebih fleksibel, tetapi kepala sekolah memiliki tugas makin berat untuk menentukan skala prioritas dan besaran dana yang akan digulirkan pada tiap posnya.

Problematika finansial masa pandemi ini menjadi isu yang marak terjadi di berbagai sekolah swasta di Indonesia saat ini. Wacana tersebut mendorong INSPIRASI Foundation dan Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) mengadakan webinar bertajuk “Tantangan Finansial Sekolah Swasta Berbiaya Rendah selama Pandemi” pada 10 Juni lalu.

Kegiatan webinar yang dimoderatori oleh Yoni Nurdiansyah, Program Manager INSPIRASI Foundation, menghadirkan empat narasumber dari lintas kalangan. Yaitu, Prof. Dr. Nunuk Suryani, M.Pd (Sekretaris Direktorat Jenderal GTK Kemdikbud, Plt. Kepala Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Kepala Sekolah dan Pengawas Sekolah), Nadia Fairuzza Azzahra (Penetilti CIPS), Dera Nugraha, S.Pd.I., M.Ikom (Kepala Sekolah SMP Insan Cendekia), dan M. Fachrodzad, S.Pd.I (Wakil Kepala Sekolah MI Tunas Karya). Sementara itu, peserta Webinar mencapai lebih dari 250 orang yang berasal dari berbagai kalangan, seperti para pemimpin sekolah, guru, mahasiswa, dan praktisi pendidikan seluruh Indonesia.

Webinar dimulai dengan pemaparan dari peneliti CIPS mengenai pengalaman sekolah swasta di negara lain menghadapi tantangan finansial. Nadia Fairuzza mengatakan, beberapa sekolah swasta berbiaya rendah (SSBR) di negara berkembangan sedang menghadapi isu keuangan yang sama akibat pandemi. Oleh karena itu, kebijakan pendidikan hendaknya merata di setiap sekolah negeri ataupun swasta. CIPS juga memberikan empat rekomendasinya, yakni memberikan bantuan finansial pada SSBR, memberikan otonomi yang lebih besar kepada kepala sekolah dalam mengelola BOS, berkolaborasi dengan lembaga lain untuk meningkatkan nilai tambah, serta mempertimbangkan kehadiran SSBR dalam proses pengambilan kebijakan sektor pendidikan.

Paparan perwakilan dari pelaksana sekolah swasta pun menarik untuk disimak. Fachrodzad membagi pengalamannya ketika harus melaksanakan pembelajaran jarak jauh di sekolahnya. Berbagai tanggapan bermunculan mulai dari orang tua, guru, dan siswa atas kebijakan tersebut karena berdampak pula pada kondisi sosial ekonomi mereka. MI Tunas Karya pun mengeluarkan program COVID-19 yang merupakan kepanjangan dari Collaboration, Independent, Organization, Voluntary, dan Impassioned. Contoh kolaborasi yang dilakukan adalah melibatkan orang tua murid saat pembelajaran berlangsung melalui WhatsApp group yang dibentuk pihak sekolah.

Perspektif berbeda dicetuskan oleh Dera Nugraha yang menjelaskan bahwa kepala sekolah swasta harus cepat mengikuti perubahan zaman. Ada dua persoalan krusial yang setidaknya butuh segera diselesaikan oleh sekolah pada umumnya, yaitu penurunan pemasukan keuangan dan kualitas layanan pendidikan secara daring. Persoalan tersebut berimbas pada orang tua siswa yang kemudian berpikir, apakah setimpal ketika harus membayar SPP selama belajar dari rumah, sementara pemasukan rumah tangga juga sedang susah?

Menjawab tantangan tersebut, Dera menyusun program “Guru Penggerak” di sekolahnya, dimana dia mengumpulkan guru-guru muda (generasi milenial) yang mahir teknologi untuk memberikan pelatihan kepada guru-guru lain yang dianggap membutuhkan, menyusun pembelajaran daring yang out of the box dari sekolah lain, serta mencari alternatif untuk mendongkrak pemasukan keuangan sekolah. Yaitu, mengumpulkan tulisan siswa dan guru untuk dijual atau diterbitkan, uji coba budikdamber (budidaya ikan dalam ember), dan kegiatan lain yang berpotensi menjadi sumber keuangan sekolah.

Pertanyaan yang paling sering muncul dari para peserta webinar adalah tentang kebijakan khusus insentif untuk menggaji guru dan tenaga pendidik di sekolah swasta. Prof. Nunuk menjawab bahwa kemdikbud saat ini belum menyusun kebijakan terkait insentif tersebut. Namun, yang sedang dilakukan adalah menyiapkan bantuan teknis berupa platform online, RPP daring yang bisa diunduh dan digunakan secara gratis, dan panduan belajar daring. Refocusing anggaran atau realokasi dana selama ini digunakan bukan untuk membiayai guru tetapi untuk membiayai pembelajaran daring.

Kondisi keuangan sekolah swasta yang seakan berada di ujung tanduk ini menambah daftar tantangan para pemimpin sekolah. Selain memikirkan bagaimana untuk survive membiayai operasionalnya, sekolah pun wajib memastikan pembelajaran jarak jauh dapat berjalan lebih menyenangkan dan efektif. Dengan ini, sekolah dapat memberikan rasa aman dan nyaman bagi siswa, guru, dan oran tua murid.

Penulis: Yoni Nurdiansyah

Editor: Masdar Fahmi