Beberapa waktu lalu, INSPIRASI mengadakan webinar seri kepemimpinan dengan judul “Bisakah Memimpin Sampai Beres Saat Kepala Sekolah Stres?”. Kegiatan yang berlangsung melalui aplikasi Zoom ini, membahas sebuah artikel ilmiah yang ditulis oleh Hillman Wirawan berjudul “Principals’ Leadership Styles: The Role of Emotional Intelligence and Achievement Motivation”. Dalam webinar, hadir pula Nahdiana (Kepala Dinas Pendidikan DKI) dan Achmad Zuhri (Sekretaris Pimpinan Pusat Persatuan Perkumpulan Guru Nahdlatul Ulama) sebagai discussant atau penanggap.

Penelitian dari artikel tersebut bertujuan untuk mengetahui pengaruh kecerdasan emosional dan motivasi berprestasi pada gaya kepemimpinan Kepala Sekolah Dasar. Menurut Hillman, kepemimpinan merupakan hasil interaksi dari pemimpin dan pengikutnya dalam mencapai sebuah tujuan. Perilaku seorang pemimpin harus dapat memengaruhi pengikutnya agar tujuan dapat tercapai.

Penelitian yang dilakukan terhadap 280 kepala sekolah di Sulawesi Selatan ini mengungkap bahwa kecerdasan emosional kepala sekolah berpengaruh terhadap gaya kepemimpinannya. Namun, tidak ada hasil yang signifikan mengenai pengaruh motivasi berprestasi terhadap gaya kepemimpinan. Selain itu, efek dari kecerdasan emosional pada gaya memimpin berorientasi pada tugas dan gaya memimpin berorientasi hubungan lebih besar dibanding efek motivasi berprestasi kepala sekolah kepada keduanya.

Menurut Hillman, hasil tersebut berhubungan dengan bagaimana kecerdasan emosional dapat menciptakan keseimbangan. Kepala sekolah dengan kecerdasan emosional yang baik dapat mengenali dan mengelola emosi secara efektif sehingga hasil yang lebih baik dapat tercapai. Mereka mengetahui kapan harus mementingkan kualitas tugas dan kapan harus mementingkan kualitas hubungan.

Hal ini berlawanan dengan pengaruh motivasi berprestasi. Kepala sekolah yang lebih fokus pada motivasinya dalam berprestasi, kebanyakan mengabaikan kualitas hubungannya dengan para guru atau staf. Meskipun begitu, motivasi berprestasi tetap penting dimiliki agar tugas dan tanggung jawab dapat lebih maksimal dijalankan sehingga target atau tujuan dapat tercapai.

Memiliki kecerdasan emosional yang baik juga akan menyeimbangkan antara orientasi tugas dan hubungan dalam kepemimpinan. Hillman memaparkan, salah satu poin penting dari kecerdasan emosional adalah adanya regulasi emosi. Jika kepala sekolah memiliki regulasi emosi yang baik, maka mereka akan selalu terlatih untuk menuntaskan tugasnya meskipun suasana hatinya sedang buruk.

Pendapat Hillman mengenai regulasi emosi dalam memimpin mendapat tanggapan positif dari Nahdiana. Menurutnya, peran utama seorang pemimpin adalah sebagai pengelola. Artinya, pemimpin harus dapat mengelola dirinya sendiri sebelum mengelola orang lain. Tanpa pengelolaan diri yang baik, pemimpin akan sangat rentan terhadap stres. 

Nahdiana menambahkan, seorang pemimpin harus dapat menggerakkan pengikutnya. Hal yang paling ditekankan Nahdiana adalah bagaimana seorang pemimpin dapat meninggalkan legacy atau warisan setelah kepemimpinannya. Dalam kontes ini, warisan yang dimaksud adalah kebijakan maupun kebiasaan pemimpin tersebut. 

Sebagai pemimpin sekolah, Nahdiana berharap agar seluruh kepala sekolah dapat mewariskan kebijakan dan kebiasaan baik setelah periode kepemimpinannya berakhir. Untuk itu, kepala sekolah harus dapat menjaga kualitas tugas maupun kualitas hubungannya dengan guru dan staf.

Nahdiana tidak memungkiri bahwa di tengah jalannya kepemimpinan kepala sekolah, ada hal-hal yang menimbulkan kemarahan. Menurutnya, hal tersebut wajar selama kepala sekolah dapat mengelola kemarahannya dengan baik. Inilah mengapa kecerdasan emosional sangat penting untuk seorang kepala sekolah.

Pentingnya kecerdasan emosional dalam memimpin juga disetujui oleh Achmad Zuhri. Menurutnya, hasil penelitian dan pemaparan Hillman membuktikan bahwa seorang pemimpin harus memahami diri sendiri dengan baik untuk dapat memimpin secara efektif.

Maka dari itu, ia menekankan bahwa penting bagi seorang kepala sekolah untuk mengetahui kemampuannya sebagai pemimpin. Untuk mengetahui itu, Zuhri menyarankan agar kepala sekolah selalu melakukan refleksi diri. Tanpa refleksi diri, akan sulit bagi kepala sekolah untuk menyamakan rasa pemimpinnya dengan rasa yang dipimpin.

Menurut Zuhri, pemimpin sukses adalah pemimpin yang memberikan hasil bermanfaat dan berguna bagi orang di sekitarnya. Zuhri pun menekankan bahwa menjadi pemimpin adalah tanggung jawab yang besar. Inilah mengapa kesadaran akan kapasitas sebagai pemimpin harus dipahami bahkan sebelum periode memimpin dimulai.

Klik di sini untuk mengunduh artikel/paper selengkapnya dan unduh slide presentasi di sini.

Penulis: Tania Yasmine 

Editor: Masdar Fahmi